Minggu, 30 Agustus 2009

PULAU SEBATIK

Suatu hal yang memang tidak bisa dipungkiri bahwa Sebatik hanyalah sebuah 'Nusa Mungil' yang terletak di ujung timur laut Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan langsung tetangga Malaysia. Meskipun mungil, akan tetapi pulau ini memiliki keunikan tersendiri, menyimpan sejuta misteri dihiasi multidimensi permasalahan yang mesti ditangani dengan lebih serius agar tidak berbuah problema krusial dikemudian hari berupa momok yang paling ditakutkan yaitu terjadinya disintegrasi bangsa.

Hal tersebut menjadi sangat penting artinya dan tidak boleh dipandang sebelah mata bahkan terbiarkan. Wilayah yang luasnya hanya sejauh mata memandang kkira-kira kurang lebih 300 km2, itupun terbagi menjadi dua bagian yang relatif sama besar dipisahkan oleh sebuah garis demarkasi yang membentang lurus dari arah timur ke barat ditandai dengan pilar-pilar/patok perbatasan sebagai batas pemisah wilayah teritorial kedaulatan masing-masing negara. Pulau ini dihuni oleh dua bangsa yang mnemiliki kultur yang berbeda walaupun masih serumpun yaitu banngsa Indonesia dan bangsa Malaysia.

Bangsa kita yang bermukim di pulau terluar tersebut populasinya mencapai hampir 35.000 jiwa dibawah kendali administratur Pemerintah Kecamatan Sebatik dan Sebatik Barat Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur. mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, pekebun, dan nelayan tradisional. Selayang pandang kita arahkan melihat fenomena realita kehidupan masyarakat kita di sana yang masih sangat memprihatinkan. Kepekaan dan kepedulian kita semua dituntut melihat kesenjangan sosial yang terjadi apabila kita masih memiliki kepekaan (since of crisis) akan hal tersebut.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tidak kurang dari 30% masyarakatnya menyandang status sosial golongan miskin dan ada pula yang masih dibawah garis kemiskinan sehingga masih sangat bergantung akan uluran bantuan dari Pemerintah yang bersifat konsumtif seperti beras murah bagi masyarakat miskin (RASKIN), bantuan langsung tunai (BLT), dan bantuan-bantuan lainnya. Itu pun belum mampu mengangkat dan meningkatkan kesejahteraannya. Barangkali hal tersebut disebabakan saking masih sangat rendahnya sumber daya manusia (SDM).

Banyak orang tua yang tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah sekolah sehingga bergelar 'Buta Aksara' yang sangat menyulitkan Pemerintah untuk merealisasikan program-program pembangunan. Ditambah lagi belum tersedianya pembangunan infrastruktur dan sufrastruktur yang memadai sebagai akses bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dengan daya beli yang sangat lemah turut memicu rendahnya derajat kesehatan masyarakatnya.

Realita kehidupan masyarakt tersebut turut mendorong keinginan sebagian masyarakat untuk hijrah mengadu nasib ke negeri tetangga Tawau Sabah Malaysia dimana pembangunan ekonominya maju lebih pesat dibandingkan di Tanah Airnya sendiri.

Kondisi tersebut di atas berlangsung secara alamiah, akan tetapi tidak boleh ada pembiaran oleh Pemerintah yang menjadi kewwajiban menyejahterakan warga bangsanya di mana pun mereka berada. Sebab apabila ada kesan terbiar dan tidak segera diambil langkah kongkrit tidak menutup kemungkinan teradinya transformasi ideologi, politik, dan sosial budaya yang akan dapat melunturkan semangat dan rasa nasionalisme yang dapat berakibat pupusnya"jati diri" sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sebagai bagian dari komponen bangsa, kita semua dituntut untuk berbuat sesuatu sesuai kemampuan yang dimiliki sembari terus berharap adanya "political will" dari Pemerintah pusat untuk merealisasikan janjinya yang baru hanya sebatas slogan yang belum mampu diwujudkan. Kawasan perbatasan dan pulau semilirnya "angin surga" yang dihembuskan oleh Pemerintah dan elit di pusat kekuasaan. Dan lebih ironisnya lagi isu-isu yang terjadi di kawasan perbatasan menjadi isu nasional dan merupakan santapan empuk bagi elite politik dan dijadikannya sebagai komoditi politik untuk menaikkan pamor dan popularitas belaka.

Kita semua langsung tersentak karena terdadak sebab tidak adanya upaya-upaya preventif yang dilakukan, diawali denganlepasnya dua pulau cantik nan seksi bernama Sipadan dan Ligitan dari pangkuan Ibu Pertiwi disusul adanya tuduhan berupa isu yang akhirnya terbantahkan, bahwa masyarakt kita yang berada di perbatasan kurang memiliki rasa nasionalisme dengan adanya isu warga Bangsa Indonesia di wilayah perbatasan menjadi anggota Teantara Diraja Malaysia (TDM). Belum lagi isu-isu lain dan yang paling mutakhir bukan lagi sebatas isu yaitu "konflik ambalat" berupa ketegangan dua Negara yang memperebutkan kawasan/blok perairan kaya minyak di mana letak konflik masih dalam kawasan perairan laut Sebatik yang jaraknya hanya kurang lebih 6 mil laut dari bibir Pulau Sebatik.

Oleh karena itu untuk mengikis rasa kekhawatiran terjadinya dekadensi rasa kebangsaan, kita terilhami dan mari kita renungkan sejenak sepenggal lirik lagu Kebangsaan kita "Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya" untuk Indonesia Raya. Tentunya kita harus berbuat untuk Negeri tercinta dan harus memiliki kearifan lokal sumbangan pemikiran yang cerdas, bijak dan elegan yang selalu dinantikan.



Sumber : Rencana Kegiatan Gelar Seribu Kemah 2009 Pemuda-Pelajar Perbatasan

Di Pulau Sebatik-Ambalat Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur

Dikutip : Tanggal 18 Agustus 2009 Pukul 01:00 WITA

Gambar : www.jawapos.co.id/imgall/3/imgori/19899large.jpg

Dipost : Tanggal 31 Agustus 2009 Pukul 11:47 WITA

Tidak ada komentar:

 
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA